Jumat, 16 Maret 2012

ADSORPSI ZAT WARNA OLEH KARBON AKTIF

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIKA



PERCOBAAN XII

ADSORPSI ZAT WARNA OLEH KARBON AKTIF



       NAMA                                     : SHERLY
       NIM                                          : H31109273
       KELOMPOK                           : VI (ENAM)
       HARI / TGL PERCOBAAN   : SENIN / 9 MEI 2011  
       ASISTEN                                 : LIANA L. TAUFIK




LABORATORIUM KIMIA FISIKA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
            Zat warna merupakan suatu zat yang dapat menyerap suatu partikel warna dan lalu memantulkannya kembali atau meneruskan warnanya dengan panjang gelombang tertentu sehingga mempunyai warna yang khas. Zat-zat warna dapat diperoleh dari tanaman maupun hewan tetapi ada pula yang dapat disintesis. Banyak sekali zat-zat warna yang biasa digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, misalnya pada industri tekstil, kertas, plastik, makanan, kosmetik dan sebagainya, dan salah satu contoh zat warnanya adalah rhodamin B.
            Zat-zat warna tersebut dapat diadsorpsi untuk menjelaskan bahwa ada konsentrasi yang lebih besar dari molekul yang teradsorpsi pada permukaan padatan daripada dalam fase gas atau dalam badan larutan. Beberapa contoh adsorben yang umum digunakan adalah karbon aktif, silika gel, alumina, zeolit dan penyaring molekul. Limbah zat warna yang dibuang ke sungai akan sangat mengganggu aktivitas biologi yang ada, kualitas air tanah juga akan terpengaruh karena adanya zat warna. Adsorpsi zat warna oleh adsorben telah banyak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari misalnya saja dalam penanganan limbah cair yang mengandung zat warna berbahaya dan bersifat karsinogenik.
            Percobaan ini akan menggunakan metilen biru sebgai zat warna yang akan diadsorpsi oleh karbon aktif. Adsorpsi ini menggunakan dua model adsorpsi yaitu model Freundlich dan model Langmuir. Untuk lebih mengetahui tentang adsorpsi zat warna oleh karbon aktif secara lebih mendalam dan model adsorpsi yang cocok, maka dilakukanlah percobaan ini, yaitu adsorpsi zat warna oleh karbon aktif.

1.2  Maksud dan Tujuan percobaan
            1.2.1   Maksud percobaan
            Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari adsorpsi zat warna oleh karbon aktif.

1.2.2 Tujuan percobaan
Tujuan dari percobaan ini antara lain :
1.      Menentukan model adsorpsi yang sesuai untuk adsorpsi metilen biru oleh karbon aktif.
2.      Menentukan kapasitas adsorpsi dari adsorpsi metilen biru oleh karbon aktif.

1.3  Prinsip percobaan
            Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan model adsorpsi yang sesuai untuk adsorpsi metilen biru oleh karbon aktif dengan cara mengukur konsentrasi larutan metilen biru setelah adsorpsi oleh karbon aktif dengan konsentrasi awal yang bervariasi, dengan pengadukan selama 20 menit serta pengukuran adsorbansi dan panjang gelombang menggunakan spektrofotometri 20 D+.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ada berbagai metode untuk mengilah limbah zat warna, yaitu koagulasi dan flokulasi, reverse osmosis, dan adsorpsi. Metode yang paling banyak digunakan saat ini adalh adsorpsi. Pada umumnya adsorpsi menggunakan karbon aktif sebagai adsorben. Akan tetapi proses adsorpsi dengan karbon aktif ini memerlukan biaya yang mahal (Widjanarko, dkk., 2006).
Disamping kondisi kesetimbangan dari proses adsorpsi (isoterm adsorpsi), kinetika adsorpsi juga merupakan salah satu faktor yang turut berpengaruh dalam merancang suatu proses adsorpsi dalam industri pengolahan limbah.penentuan kinetika adsorpsi memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan laju penyerapan polutan (zat warna) dari larutan untuk mendesain proses adsorpsi di industri. Kinetika adsorpsi pada pengolahan limbah juga berguna untuk mengrtahui reaksi kimia dan mekanisme adsorpsi yang terjadi (Widjanarko, dkk., 2006).
Salah satu contoh kinetika adsorpsi adalah kinetika adsorpsi diazon oleh adsorben Ca-bentonit dan kitosan-bentonit yang ditentukan melaliu pengaruh variasi waktu kontak larutan diazinon dengan kedua adsorben tehadap jumlah diazinon yang teradsorpsi. Waktu kontak diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi dijadikan sebagai penentu kecepatan laju reaksi. Kesetimbangan telah tercapai jika dengan semakin lama waktu kontak, jumlah dianizon yang teradsorpsi pada adsorben tidak bertambah secara signifikan (Nurlamba, dkk.,2010).
Istilah adsorpsi digunakan untuk menjelaskan kenyataan bahwa ada konsentrasi yang lebih besar dari molekul yang teradsorpsi pada permukaan padatan daripada dalam fasa gas atau dalam badan larutan. Secara umum, adsorben padatan dengan ukuran partikel kecil digunakan dan sering dengan ketidaksempurnaan permukaan seperti keretakan dan lubang yang dapat meningkatkan luas permukaan persatuan massa. Partikel-partikel berpori yang kecil tersebut mempunyai luas permukaan spesifik antara 10 – 1000 m2 g-1. Beberapa contoh adsorben yang umum digunakan adalah karbon aktif, silika gel (SiO2), alumina (Al2­O3), zeolit dan penyaring molekul (Taba, 2011).
Dalam fisisorpsi yang merupakan kependekan dari adsorpsi fisika, terdapat interaksi van der Waals (contohnya, dispersi atau antaraksi dipolar) antara adsorbat dan substrat. Antaraksi van der Waals mempunyai jarak jauh, tetapi lemah, dan energi yang dilepaskan jika partikel terfisisorpsi mempunyai orde besaran yang sama dengan entalpi kondensasi. Kuantitas energi sekecil ini dapat diadsorpsi sebagai vibrasi kisi dan dihilangkan sebagai gerakan termal. Molekul yang melambung pada permukaan seperti batuan itu, akan kehilangan energinya perlahan-lahan dan akhirnya teradsorpsi pada permukaan itu, dalam proses yang disebut akomodasi. Entalpi fisisorpsi dapat diukur dengan mencatat kenaikan temperatur sampel dengan kapasitas kalor yang diketahui dan nilai khas berada sekitar 20 kJ mol-1. Perubahan entalpi yang kecil ini tidak cukup untuk menghasilkan pemutusan ikatan, sehingga molekul yang terfisisorpsi tetap mempertahankan identitasnya, walaupun molekul itu dapat terdistorsi dengan adanya permukaan (Atkins, 1997).
            Dalam kimisorpsi yang merupakan kependekan dari adsorpsi kimia, partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasinya dengan substrat. Entalpi kimisorpsi jauh lebih besar dibandingkan fisisorpsi, dan nilai khasnya sekitar -200 kJ/mol. Molekul yang terkimisorpsi, dapat terpisah karena tuntutan valensi atom permukaan yang tidak terpenuhi. Adanya fragmen molekul pada permukaan, sebagai hasil kimisorpsi, merupakan salah satu alasan mengapa permukaan mengkatalisa reaksi (Atkins, 1997).
            Absorpsi radiasi berhubungan dengan perubahan hanya dalam energi rotasional. Suatu spektrum absorpsi vibrasi yang khas terdiri dari pita-pita kompleks dan bukan garis-garis tunggal (Day dan Underwood, 1994).
Laju absorpsi θ merupakan laju perubahan penutupan permukaan dan dapat ditentukan dengan mengamati perubahan penutupan terfraksi terhadap waktu. Laju tertutupnya permukaan oleh adsorbat, bergantung pada kemampuan substrat untuk menghamburkan energi partikel datang sabagai gerakan termal, saat partikel itu menabrak permukaan. Jika energi itu tidak dihamburkan dengan cepat, partikel itu bermigrasi di atas permukaan, sampai sebuah vibrasi mengeluarkannya ke dalam gas pelapis, atau partikel itu mencapai tepian. Perbandingan antara tabrakan dengan permukaan yang menghasilkan adsorpsi, disebut peluang melekat s (Atkins, 1997):
s
Menurut Atkins 1997, Isoterm Langmuir adalah isoterm yang paling sederhana, didasarkan pada asumsi bahwa setiap tempat absorpsi adalah ekuivalen, dan kemampuan partikel untuk terikat ditempat, tidak bergantung pada ditempati atau tidaknya tempat yang berdekatan. Dengan konstanta laju ka untuk absorpsi dan kd untuk desorpsi. Laju perubahan untuk penutupan permukaan karena absorpsi, sebanding dengan tekanan A sebesar P dan jumlah tempat kosong N(1 - θ), dengan N merupakan jumlah tempat total:
θ = kapN(1 – θ)
           

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan percobaan
            Bahan-bahan yang digunakan didalam percobaan ini antara lain larutan metilen biru 100 ppm, larutan metilen biru 10 ppm, karbon aktif, akuades, kertas saring, aluminium foil, kertas label, sabun, dan tissue roll.

3.2 Alat percobaan
            Alat-alat yang digunakan didalam percobaan ini antara lain erlenmeyer 500 mL, labu ukur 100 mL, labu ukur 50 mL, gelas kimia 200 mL, gelas kimia 50 mL, buret 25 mL, magnetik stirrer, corong Buchner, pompa vakum, cection, spektrometer spectronik 20 D+, kuvet, neraca analitik, pipet tetes, dan labu semprot.

3.3 Prosedur kerja
            Dibersihkan dan dikeringkan semua alat yang akan digunakan. Diencerkan pula larutan metilen biru 10 ppm sebagai larutan standar dengan konsentrasi 0,5, 1, 2, 4, dan 6 ppm ke dalam labu ukur 50 mL dan dihomogenkan. Larutan metilen biru 100 ppm diencerkan sebagai larutan contoh dengan konsentrasi 1, 5, 10, 15, dan 20 ppm ke dalam labu ukur 100 mL dan dihomogenkan.  Kemudian ditimbang 1 gram karbon aktif menggunakan neraca analitik kemudian dimasukkan masing-masing ke dalam 5 erlenmeyer, dimasukkan pula larutan contoh ke dalam masing-masing erlenmeyer sacara bersamaan kemudian ditutup aluminium foil dan diaduk menggunakan magnetik stirer selama 20 menit. Sementara itu, diukur absorbansi larutan standar meggunakan spektrofotometer D+ dengan panjang gelombang 590 nm. Setelah itu larutan tersebut disaring dengan menggunakan corong Buchner, section, dan pompa vakum (saringan pertama dibuang). Diukur absorbansi larutan contoh meggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 590 nm. Ditentukan konsentrasi melalui kurva standar setelah adsorbansi. Sebagai blanko digunakan air.

  
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

            Metode adsorpsi merupakan dasar dari percobaan ini. Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan suatu zat baik gas maupun cairan oleh zat lain yang dapat berupa padatan atau larutan yang hanya terjadi pada permukaan zat itu. Adsorben yang sering digunakan antara lain karbon aktif, silika gel, alumina, dan zeolit.
            Pada percobaan ini akan dilakukan adsorpsi pada zat warna metilen biru oleh adsorben karbon aktif. Dalam percobaan akan ditentukan pula model adsorpsi yang sesuai untuk adsorpsi metilen biru oleh karbon aktif. Dua model adsorpsi tersebut yaitu isotermal Freundlinch dan isotermal Langmuir.
Percobaan dimulai dengan mengencerkan metilen biru 100 ppm dengan akuades yang merupakan zat warna yang berfungsi sebagai adsorbat ke dalam labu ukur 100 mL menjadi metilen biru dengan konsentrasi 1, 5, 10, 15, dan 20 ppm untuk dijadikan larutan contoh. Diencerkan pula metilen biru 10 ppm menjadi metilen biru dengan konsentrasi 0,5, 1, 2, dan 4 ppm sebagai larutan standar yang berfungsi sebagai pembanding absorbansi dari larutan contoh. Pengenceran harus dilakukan dengan teliti agar konsentrasi yang sebenarnya dari larutan tidak jauh melenceng dari konsentrasi yang diinginkan. Selanjutnya ditimbang karbon aktif yang akan digunakan sebagai penyerap warna pada metilen biru sebanyak 1 gram, karbon aktif yang telah ditimbang dibungkus dengan aluminium foil agar karbon yang diperoleh tidak menyerap zat lain yang dapat mempengaruhi perubahan massa dari zat tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam tiap-tiap erlenmeyer, lalu dimasukkan pula larutan contoh ke dalam masing-masing erlenmeyer, larutan contoh dimasukkan secara bersamaan dan waktunya dihitung menggunakan stopwatch. Hal ini bertujuan agar lama adsorpsi dari tiap sampel sama, sehingga daya adsorpsi pada konsentrasi yang bervariasi dapat dibandingkan. Selanjutnya erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil agar tidak ada percikan larutan yang keluar pada saat pengadukan. Larutan diaduk menggunakan magnetik stirrer selama 30 menit. Pengadukan dengan magnetik stirrer dilakukan agar larutan dapat menjadi homogen dengan sempurna. Hal ini dimaksudkan agar penyerapan warna dari larutan dengan konsentrasi berbeda memerlukan waktu yang sama.
            Sementara itu, diukur absorbansi larutan standar yang telah diencerkan sebelumnya. Pengukuran dilakukan menggunakan spektronik 20 D+ dengan akuades sebagai blankonya. Proses pengukuran dimulai dengan mengatur panjang gelombang tertentu yang digunakan pada spektronik 20 D+ . Spektronik 20 D+  dikaliberasi dengan menggunakan larutan blanko dalam hal ini akuades sebagai pelarut pada pengenceraan. Pengukuran absorbansi larutan pada panjang gelombang 590 nm.  Setiap larutan yang akan diukur panjang gelombangnya harus diawali dengan pengkaliberasian alat dengan blanko. Pada kuvet yang digunakan sebelum masuk ke dalam spektronik 20 D+ harus selalu dilap dengan tissu agar tidak ada bekas jari yang menempel pada dinding luar kuvet. Karena akan berakibat kesalahan pada pembacaan panjang gelombang pada spektronik 20 D+. Adapun data hasil pengukuran berdasarkan percobaan masing-masing pada konsentrasi 0,5 ppm, 1 ppm, 2 ppm, dan 4 ppm sebagai berikut:
Data Kurva Kalibrasi Larutan Standar
Konsentrasi
Absorbansi
0,5
0,117
1
0,217
2
0,454
4
1,230

            Setelah 30 menit, pengadukan dihentikan dan larutan didiamkan sebentar agar karbon aktif pada larutan dapat mengendap pada dasar erlenmeyer. Larutan kemudian disaring menggunakan corong Buchner menggunakan pompa vakum, sehingga penyaringan dapat dilakukan dengan cepat tanpa harus memisahkan antara larutan dan endapan. Saringan pertama dari larutan harus dibuang untuk menghindari penyerapan zat warna oleh kertas saring.
            Setelah itu diukur pula absorbansi larutan dengan menggunakan spektronik 20 D+ pada panjang gelombang 590 nm dan akuades sebagai blankonya. Adapun data dari hasil pengukuran berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada masing-masing konsentrasi 1 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm sebagai berikut:
Data Absorbansi Metilen Biru Setelah Absorbansi   
Massa Adsorben
Konsentrasi awal
Absorbansi
(gram)
(Co)
(y)
1
1
0,321
1
5
0,668
1
10
0,482
1
15
0,460
1
20
0,990

            Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi metilen biru setelah diadsorpsi, dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi larutan maka semakin besar pula absorbansinya. Terkecuali pada larutan dengan konsentrasi 10 ppm, nilai absorbannya tiba-tiba menurun. Hal ini dikarenakan pada saat pengadukan, magnetik stirrer yang digunakan sempat digunakan untuk memanaskan sehingga mempengaruhi larutan sehingga pengadukan tidak berjalan dengan baik dan larutan tidak homogen dengan sempurna.
            Sedangkan pada tabel kaliberasi larutan standar, dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi larutan maka semakin besar pula nilai absorbannya. Kemudian dari data tersebut dibuat sebuah grafik yang mempunyai persamaan yaitu:
Kurva Kalibrasi Konsentrasi Vs Absorbansi (y)
            Gafik diatas memiliki persamaan garis y = 0,322x - 0,100. Dari persamaan ini dapat dihitung konsentrasi larutan setelah adsorbansi yang dilambangkan dengan simbol Ce. Dapat pula dihitung efektifitas adsorpsi yang dilambangkan dengan simbol (qe). Berikut adalah datanya:
Kurva Isotermal Adsorpsi
Co
Ce
qe ; x/m
ce/qe
1
1,3068
0,0307
42,5668
5
2,3821
0,2618
9,0989
10
1,8057
0,8194
2,2037
15
1,7375
1,3263
1,3100
20
3,3799
1,6620
2,0336


Dari data tersebut dapat dibuat kurva isotermal adsorpsi Langmuir. Grafik tersebut adalah:
Kurva Isotermal Adsorpsi Langumir Ce Vs Ce/qe
yang mempunyai persamaan yaitu y = = -12,098x + 37,119 dengan R² = 0,2998. Kemudian data-data dari tabel kurva isotermal adsorpsi dapat digunakan untuk menghitung Log Ce dan Log qe, yaitu dengan data sebagai berikut:
Log Ce
Log qe
0,1162
-1,5129
0,3774
-0,5825
0,2569
-0,0865
0,2403
0,1226
0,5295
0,2206

data  tersebut akan digunakan untuk membuat kurva isotermal Freundlich, sehingga grafik tersebut mempunyai persamaan y = 2,9423x - 1,2613 dengan
R² = 0,417
4. Berikut adalah grafiknya:
Kurva Isotermal Freundlich Log Ce Vs Log qe
            Berdasarkan kedua kurva isotermal diatas, didapatkan hasil perhitungan kapasitas adsorpsi dan energi adsorpsi pada isotermal Langmuir adalah sebesar 0,0827 mg/g adsorben dan 0,3285 L/mg sedangkan kapasitas adsorpsi dan intensitas adsorpsi pada isotermal Freundlich adalah sebesar 0,0548 mg/g adsorben dan 0,3399 mg/L. Dari data tersebut maka dapat diketahui bahwa isotermal Freundlich adalah model yang sesuai untuk adsorpsi metilen biru oleh karbon aktif karena ditinjau dari nilai R2-nya maka dapat dilihat bahwa nilai R2 pada isotermal Freundlich lebih mendekati 1 meskipun hanya 0,4174 daripada isotermal Langmuir dengan R2 adalah 0,2998 sehingga isotermal Freundlich yang sesuai untuk peristiwa adsorpsi ini.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1   Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa  model yang sesuai untuk adsorpsi zat warna metilen biru oleh karbon aktif adalah model isotermal Freundlich. Untuk metode Langmuir kapasitas adsorpsinya (K) adalah 0,0827 mg/g absorben dan energi adsorpsinya adalah 0,3285 L/mg. Untuk metode Freundlich kapasitas adsorpsinya (K) adalah 0,0548 mg/g adsorben dan intensitas adsorpsi (n) adalah 0,3399 mg/L.

5.2  Saran
Laboratorium
            Sebaiknya menyediakan bahan yang lebih variatif untuk praktikum sehingga lebih banyak hasil yang dapat dibandingkan.
Assisten
            Sudah bagus dalam menerangkan dan mengawasi selama praktikum berlangsung.






DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W., 1997, Kimia Fisika Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.

Day, R. A., dan Underwood, A. L., 1994, Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.
Nurlamba, N. S., Zackiyah, dan Siswaningsih, W., 2010, Kajian Kinetika Interaksi Kitosan-Bentonit dan Adsorpsi Diazinon Terhadap Kitosan-Bentonit, Jurnal Sains dan Teknologi Kimia (online) 1 (2) 159-169, (http://www.jstk.de/vol1/nurlamba1proof.pdf/, diakses pada tanggal 10 Mei 2011 pukul 12.45 WITA).

Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Bina Aksara, Jakarta.

Taba, P., Zakir, M., dan Fauziah, S., 2011, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, Makassar.

Widjanarko, P. I., Widiantoro, Soctaredjo, L. F. E., dan Ismadji, S., 2006, Kinetika Adsorpsi Zat Warna Congo Red dan Rhodamine B dengan Menggunakan Serabut Kelepa dan Ampas Tebu, Jurnal Teknik Kimia Indonesia (online) 5 (3) 461-468, (http://digilib.its.ac.id/public/ITS-undergraduate-10078, diakses pada tanggal 10 Mei 2011 pukul 12.00 WITA).













LEMBAR PENGESAHAN

















                                                                                      Makassar, 12  Mei 2011
             Asisten                                                                      Praktikan         




      Liana L. Taufiq                                                                Sherly
Lampiran 1
Bagan prosedur kerja
Rounded Rectangle: Hasil
 























Lampiran 2
Perhitungan konsentrasi larutan setelah Absorbansi
Dari kurva larutan standar diperoleh
y =  ax  +  b
y = 0,3227x – 0,1007
maka,
x   =    
x    =   konsentrasi larutan standar setelah adsorpsi
y   =   absorban larutan setelah adsorpsi
1.        Untuk konsentrasi awal 1 ppm
2.        Untuk konsentrasi awal 5 ppm
3.        Untuk konsentrasi awal 10 ppm
4.        Untuk konsentrasi awal 15 ppm
5.        Untuk konsentrasi awal 20 ppm

Perhitungan Efektifitas Adsorpsi
dimana :
Co   =   konsentrasi awal
Ce   =   konsentrasi akhir
V    =   Volume = 0,1 L
1.      Untuk konsentrasi awal 1 ppm
2.      Untuk konsentrasi awal 5 ppm
3.      Untuk konsentrasi awal 10 ppm
4.      Untuk konsentrasi awal 15 ppm
5.      Untuk konsentrasi awal 20 ppm





Pengukuran kurva isotermal adsorpsi Langmuir
Kurva isotermal adsorpsi Langmuir
Slope       =  a  =   -12,098
Intercept  =  b  =   37,119
a.       Kapasitas adsorpsi (Qo)
      
b.      Energi adsorpsi (b)
      
Pengukuran Kurva Isotermal Adsorpsi Freundlich
Kurva isotermal Freundlich
Slope        =  a  =   2,9423
Intercept  =   b  =  -1,2613
a.       Kapasitas adsorpsi (K)
      K   =  inv. log intercept
=  inv. log (-1,2613)
0,0548 mg/g adsorben
b.      Intensitas adsorpsi (n)

Tidak ada komentar:

Search box

RSS feed

About Author

GOD BLESS YOU

Footer